Monday, 12 March 2012

Rujuklah kepada Ulama'


Pentinganya Merujuk Kepada Ulama’ dalam Masalah-masalah Besar

Para ahli Ilmi ar-Rabbani merekalah yang (seharusnya) dijadikan rujukan dalam masalah-masalah yang penting lebih-lebih yang berkaitan dengan kemaslahatan umat Islam. Jika kita melihat keadaan orang-orang terdahulu dari kalangan salafussoleh kita akan mendapati mereka sangat bersemangat untuk merujuk kepada para pembesar ahli ilmi yang ada pada zaman mereka terutama dalam hukum-hukum yang bersangkutan dengan tabdi’ (pembid’ahan) dan takfir (pengkafiran). (Tetapi ini bukan bererti bahawa tholibil ilmi tidak menghukumi dalam permasalahan-permasalahan yang ada secara mutlak, akan tetapi maksudnya adalah dia tidak menghukumi secara langsung dalam masalah-masalah yang sedang terjadi, terlebih lagi kalau masalah itu ada kesamarannya. Adapun dalam masalah yang sudah jelas yang tidak tersamarkan maka tidak perlu untuk rujuk kepada para ulama’).

Perhatikanlah Yahya bin Ya’mar Al-Bashri dan Humaid bin Abdirrahman Al Himyari Al-Bashri ketika muncul Qadariyah pada zaman mereka, mereka (Qadariyah) memiliki penyimpangan-penyimpangan terhadap pokok-pokok ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang mengharuskan pengkafiran atau pentabdi’an atau pengeluaran mereka dari lingkaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tetapi kedua orang itu tidak tergesa-gesa menghukumi mereka bahkan keduanya pergi kepada ahli ilmi dan fatwa yang merupakan rujukan iaitu Abdullah bin Umar bin Khattab (r.a) kemudian keduanya menceritakan kepada beliau tentang apa yang terjadi. Lalu beliau berfatwa akan kesesatan Qadariyah dan penyimpangan mereka.
(Berkata Yahya bin Ya’mar : Orang pertama yang berbicara (menyimpang) tentang Qadar di Basrah adalah Ma’bad Al-Juhani, aku dan Humaid bin Abdirrahman Al Himyari pergi haji atau Umrah dan kami berkata : Apabila kami bertemu dengan salah seorang dari shahabat Rasulullah (s.a.w) kami akan bertanya tentang apa yang dikatakan oleh (Qadariyah) tentang takdir, lalu kami bertemu dengan Abdullah bin Umar bin Khattab (r.a) ketika beliau masuk masjid maka kami mengiringi beliau. Salah satu dari kami berjalan di sebelah kanan beliau dan yang lain di sebelah kiri, aku kira temanku akan menyerahkan perkara ini kepadaku maka akupun berkata : Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya telah muncul di tempat kami orang-orang yang membaca Al-qur’an, mempelajari ilmu, mereka mengingkari takdir dan mereka beranggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi tidak ditakdirkan Allah dan tidak diketahui-Nya kecuali setelah terjadi.
Beliau berkata : Jika kamu bertemu dengan mereka maka beritahu bahawa aku berlepas diri dari mereka dan merekapun berlepas diri dariku dan demi Allah, seandainya salah seorang dari mereka menginfakkan emas sebanyak gunung Uhud tidaklah Allah akan menerimanya sampai mereka beriman dengan takdir ….).
-Diriwayatkan oleh Muslim (93)

Lihatlah Zubaid bin Harits Al-Yami pada saat muncul Murji’ah pada waktunya, dia melihat bahwa penyimpangan mereka terhadap pokok-pokok Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengharuskan mereka keluar dari golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tapi beliau tidak cepat-cepat menghukuminya tapi dia pergi kepada ahli ilmu dan fatwa yang merupakan tempat rujukan yang pernah menimba ilmu dari pembesar sahabat iaitu Abu Wail Syaqiq bin Salamah Al-Asadi Al-Kufi. Maka beliaupun menceritakan apa yang terjadi, lalu Abu Wail berfatwa dengan hadits Rasulullah (s.a.w) tentang kebatilan syubhat murjiah, dan penyimpangan mereka dari jalan Ahlus Sunnah, Zubaid berkata : ketika muncul Murjiah aku mendatangi Abu Wail lalu aku ceritakan hal ini kepada beliau lalu beliau berkata : menceritakan kepadaku Abdullah bahwa Nabi (s.a.w) pernah bersabda :
“Mencela orang muslim adalah kefasikan dan memerangiya adalah kekufuran”).-Diriwayatkan oleh Bukhar i (48) dan Muslim (218).

Jika kita membandingkan keadaan mereka bersama para ahli ilmi dan fatwa pada zaman mereka dengan keadaan kebanyakan orang-orang yang lagi bingung dalam bertaubat pada zaman kita sekarang, kita akan mendapatkan perbezaaan yang sangat jauh sekali.
Mereka sangat bersemangat dalam menjalankan ketentuan ini, mereka tidak tergesa-gesa dalam menghukumi orang yang kelihatannya menyimpang pada zaman mereka sampai mereka memaparkannya kepada ahli ilmu dan fatwa dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Ketika mereka mendengar fatwa merekapun memegangnya erat-erat dan menjauhi orang-orang yang menyimpang dari ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Adapun pada saat ini sedikit sekali kita mendapati orang yang bersemangat (menjalankan) ketentuan ini, bahkan kita mendapati sebahagian mereka janggal terhadap perkataan ahli ilmi dan fatwa dalam mentahzir (memperingatkan umat) dari ahli bid’ah dan ahwa’ (hawa nafsu), bahkan mereka memerangi fatwa ahli ilmi serta menyelewengkannya, kita memohon kepada Allah keselamatan dan ‘afiyah.
- Diadaptasi daripada buku :  Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad asy-Syihhi, terjemahan : Abu Abdirrahman as-Salafy, Lc.